OPINI

Detail Opini Guru

Pandemi, Masa Depan Sekolah, dan Sekolah Masa Depan

Kamis, 10 April 2025 18:19 WIB
230 |   -

Oleh: I Made Wardita

 

Setahun lebih siswa mengikuti pembelajaran secara online. Siswa hanya bertemu guru melalui kelas maya. Pembelajaran dalam jaringan (daring)  ini adalah alternatif yang harus dipilih karena adanya kekhawatiran siswa terpapar virus covid-19 jika dilakukan pembelajaran tatap muka. Semua kalangan sepakat bahwa keselamatan siswa, pendidik, dan tenaga pendidikan lainnya adalah hal yang utama sehingga tidak dimungkinkan dilaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM). Walaupun diyakini pembelajaran daring telah mereduksi esensi sistem pelaksanaan pendidikan yang sesungguhnya. Proses pembelajaran yang memprioritaskan proses pendidikan telah mengalami spesialisasi  makna menjadi sekadar pengajaran saja. Tapi, inilah alternatif yang harus ditempuh.

Program vaksinasi yang telah menyasar berbagai elemen masyarakat dan guru/pegawai yang menjadi prioritas adalah salah satu terobosan untuk menyosong pembelajaran tatap muka (PTM). Sebab, menurut SKB 4 Menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama,dan Menteri Kesehatan), tiap sekolah wajib memberikan layanan belajar tatap muka terbatas setelah seluruh pendidik dan tenaga kependidikan menerima vaksin covid-19. SKB 4 Menteri ini intinya mendorong pemerintah daerah untuk akselerasi PTM. Dan, sudah tervaksinnya pendidk dan tenaga kependidikan adalah salah satu prasyarat untuk dilaksanakannya  akselerasi PTM.

Selaras dengan itu,  sekolah sudah melengkapi semua persyaratan untuk bisa melaksanakan PTM dengan mengisi daftar periksa yang diunggah melalui Dapodik.  Intinya melengkapi semua persyaratan untuk bisa melaksanakan protokol kesehatan pencegahan penyebaran covid-19 di sekolah. Sekolah juga sudah meminta ijin orang tua untuk mendatangkan anaknya mengikuti PTM. Sekolah sudah punya data jumlah siswa yang diijinkan hadir di sekolah untuk mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran serta siswa yang dikelola dalam pembelajaran daring karena tidak diijinkan ke sekolah oleh orang tuanya.

Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sekolah telah bersinergi agar anak-anak didik bisa belajar kembali di sekolah, minimal dalam PTM transisi. Pembelajaran transisi ini diupayakan dimulai pada awal tahun pelajaran 2021/2022. Orang tua murid pun banyak yang menyambut dengan antusias program ini. Sayangnya, pada saat kesiapan sudah ada dan apresiasi positif dari para orang tua murid, pandemi covid kembali mengalami peningkatan. Muncul varian baru, yang ditengarai telah menyasar anak-anak usia sekolah.  Ini mengubah optimisme menjadi pesimisme untuk melaksanakan PTM.

Banyak kalangan yang  memprediksi pandemi covid-19 tidak bisa diatasi dalam waktu setahun. Diperkirakan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengatasinya.  Dii berbagai media akhir-akhir ini  diwartakan  lonjakan covid kembali terjadi, termasuk dengan varian barunya. Kenyataan ini (mungkin) membenarkan sinyalemen sejumlah kalangan bahwa covid kemungkinan menjadi “pendamping abadi” kita.  

Pandemi covid-19  telah  “memaksa” sekolah melakukan inovasi baik dalam manajemen pengelolaan maupun sistem pembelajaran dengan memanfaatkan pesatnya perkembangan Iptek dan internet. Karena,  sebelumnya sekolah telah dinyatakan terlambat dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain dalam berinovasi berbasis digitalisasi.

Akibat pandemi covid,  beragam adaptasi “terpaksa” dilakukan oleh institusi pendidikan kita. Telah dilakukan pembelajaran daring. Melakukan rapat dan diklat melalui aplikasi video conference. Kegiatan lainnya telah berhasil dilakukan secara virtual atau online antara lain:  Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), ulang tahun sekolah, kemah pramuka, pemilihan pengurus OSIS, pembekalan pengurus OSIS, studi wisata, perpisahan/pelepasan siswa, ulangan umum dan ujian sekolah  dengan  media android, Kompetensi Sains Kabupaten (KSN-K), Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N), Kompetisi Penelitian Siswa Indonesia (KoPSI), lomba baca puisi, musikalisasi puisi, Asesmen Nasional (AN), Survei Karakter, Pendidikan Profesi Guru, dan Guru Penggerak.

Ini membuktikan pademi covid telah berhasil “memaksa” sekolah beradaptasi. Dan, sekolah ternyata mampu melakukannya, baik dalam hal pengelolaan manajemen maupun pengelolaan proses belajar mengajarnya.

Ini tentu menjadi inspirasi pengelolaan sekolah masa depan. Ke depannya sekolah idealnya menyediakan sistem aplikasi atau merancang perangkat lunak yang dapat mendistribusikan, membuat dan mengatur konten pembelajaran. Perangkat lunak ini dimungkinkan terintegrasi dalam website sekolah. Eksistensinya membantu guru dalam merencanakan dan membuat silabus, mengelola bahan pembelajaran, mengelola aktivitas belajar para siswa, mengelola nilai, merekapitulasi absensi dan sebagainya.

Sistem aplikasi online  terintegrasi ini memudahkan siswa menyesuaikan waktu belajarnya berdasarkan tipe atau karakteristik belajarnya. Siswa juga dimungkinkan belajar dari guru di sekolah. Selaras dengan itu, guru di sebuah sekolah—yang diyakini inovatif—akan dikejar juga oleh siswa dari sekolah lain. Intinya, aktivitas belajar di kelas maya akan menembus batas ruang dan waktu.

Sistem aplikasi ini menungkinkan guru memanfaatkan konten-konten dalam bentuk digital seperti artikel, e-book, animasi, dan video-video pembelajaran lainnya yang menarik. Proses belajar mengajar tanpa mengharuskan kontak fisik ini sangat sesuai dengan kebutuhan generasi kekinian  kalau dilengkapi dengan banyak fitur seperti video conference, ruang diskusi, dan fitur laporan. Sehingga dapat mendorong siswa untuk belajar mandiri.

Pengelola sekolah, khususnya kepala sekolah, tidak ada kendala lagi dalam melakukan supervisi akademik. Dengan akun yang dimiliki, kepala sekolah dapat  mengetahui dan memantau sistem  pembelajaran yang dilakukan guru dan siswanya.

Jika pembelajaran daring sudah dilakukan secara optimal oleh institusi pendidikan, perlukan pembelajaran tatap muka? Sangat dipelukan. Proses pendidikan pada hakikatnya adalah penumbuhan budi pekerti siswa. Ini mutlak memerlukan tatap muka. Dalam PTM anak-anak didik diantarkan untuk memasuki dunia orang dewasa dengan cara pendidik memasuki dunia mereka. Dalam PTM yang dibangun adalah budi pekerti siswa. Guru menjalankan tugas utamanya sebagai pendidik. Bukan sebagai pengajar. Peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran diselesaikan dalam pembelajaran daring.

Profil sekolah ke depan. Pertama, Pembelajaran tatap muka berkonvergensi dengan pembelaran daring. Bahkan, saling menguatkan. Sehingga kita (mungkin) tidak bisa  “bermimpi” lagi menyaksikan  proses belajar mengajar seperti ketika belum ada pandemi covid-19. Anak-anak  sekolah tidak hadir lagi bersama-sama ke sekolah sejak pagi dan pulang bersama-sama sore hari. Siswa ke sekolah bergiliran, beraktivitas dengan menaati sistem protokol kesehatan pencegahan penyebaran covid. Komunikasi siswa, relasi siswa, kompetensi sosial lainnya  dibangun dalam komunikasi di meda sosial.

Kedua, prestasi siswa akan menyebar. Artinya, siswa berprestasi tidak terpusat lagi di sebuah sekolah. Kesempatan dan peluang belajar siswa sangat terbuka tanpa ada sekat ruang dan waktu lagi sehingga dimungkinkan “runtuhnya” institusi yang selama ini mendapatkan label favorit. Perlahan namun pasti esensi sistem zonasi dalam sistem penerimaan peserta didik baru akan mengarah kepada rel yang sesungguhnya.  Siswa dimungkinkan belajar di kelas maya, menjadi duta belajar di sekolah lain. Dan, guru pun dimungkinkan menjadi duta mengajar di sekolah lain di kelas maya.

Ketiga, inovasi pengelolaan sekolah dan pengelolaan peserta didik berbasis digitalisasi akan semakin hidup di institusi pendidikan. Ke depannya diyakini tidak ada lagi pemandangan  siswa berjubel memasuki gerbang sekolah. Siangnya pulang bersamaan sampai-sampai memacetkan jalan atau membuat penuh sesak kendaraan umum.  Di kelas mereka hanya menerima ceramah dari guru. Dan, guru pun memaksakan diri untuk bisa menghabiskan alokasi waktu pembelajarannya dengan membangun cerita walau sering tidak dibutuhkan siswa.

Keempat, paradigma wajib belajar akan bergeser menjadi kebutuhan belajar. Inisitif belajar akan terbangun dari siswa. Kesempatan belajar dengan mudah diperoleh siswa sehingga semakin disadari belajar adalah kebutuhan yang dapat dikelola secara merdeka sesuai minat dan tipe belajar siswa. (**)

Wanagiri, Selasa, 29 Juni 2021


Komentar

×
Berhasil membuat Komentar
×
Komentar anda masih dalam tahap moderator
1000
Karakter tersisa
Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar di sini